Jumat, 16 Desember 2011

Mahabbah ( Cinta dalam Tasawuf)



PENDAHULUAN

Ajaran cinta kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi Muhammad sendiri yang pembawa agama Islam diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih sayang bagi alam semesta (rahmah lil ‘alamin).  Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah)menempati kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama, menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang  dilalui para sufi.
Wajah sejuk dan teduh tasawuf yang mendedahkan cinta, dari dulu sejak zaman Rabi’ah al-Adawiyah hingga di zaman modern sekarang, tak pelak menarik orang-orang yang tertarik dengan pencarian kebahagiaan dan kebenaran hakiki. Apalagi di zaman modern sekarang ketika alienasi sosial begitu banyak terjadi, terutama di masyarakat Barat. Alienasi tersebut terjadi di antaranya karena kemajuan material ternyata banyak mengorbankan penderitaan spiritual. Kemudahan-kemudahan hidup yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi modern membuat banyak orang jadi mengabaikan ruang rohani dalam dirinya.

PEMBAHASAN
Secara etimologi, mahabbah adalah bentuk masdar dari kata:حب  yang mempunyai  arti: membiasakan dan tetap menyukai sesuatu karena punya rasa cinta. Dalam bahasa Indonesia kata cinta, berarti: suka sekali, sayang sekali, kasih sekali, ingin sekali, berharap sekali, rindu, makin ditindas makin terasa betapa rindunya, dan susah hati (khawatir) tiada terperikan lagi.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa mahabbah (cinta) merupakan keinginan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi kepada yang lain atau ada perhatian khusus, sehingga menimbulkan usaha untuk memiliki dan bersatu dengannya, sekalipun dengan pengorbanan.
Sedangkan secara terminologi, terdapat perbedaan defenisi di kalangan ulama. Pendapat kaum Teologi yang dikemukakan oleh Webster bahwa mahabbah berarti;  keredaan Tuhan yang diberikan kepada manusia,  keinginan manusia menyatu dengan Tuhan, dan  perasaan berbakti dan bersahabat seseorang kepada yang lainnya. Pengertian tersebut bersifat umum, sebagaimana yang dipahami masyarakat  bahwa ada mahabbah Tuhan kepada manusia  dan sebaliknya, ada mahabbah manusia kepada Tuhan dan sesamanya.
Imam al-Gazāli mengatakan bahwa mahabbah adalah kecenderungan hati kepada sesuatu. Kecenderungan yang dimaksud oleh al-Gazali adalah kecenderungan kepada Tuhan karena bagi kaum sufi mahabbah yang sebenarnya bagi mereka hanya mahabbah kepada Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari ucapannya, “Barangsiapa yang mencintai sesuatu tanpa ada kaitannya dengan mahabbah kepada Tuhan adalah suatu kebodohan dan kesalahan karena hanya Allah yang berhak dicintai.”
      Sementara itu, Harun Nasution (w.1998 M) mengemukakan bahwamahabbah mempunyai beberapa pengertian:
Mahabbah (المحبة) adalah cinta dan yang dimaksud ialah cinta kepada tuhan (Allah). Pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain adalah berikut :
1.      Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap yang melawan padaNya.
2.      Menyerahkan  seluruh diri  kepada yang dikasihi.
3.      Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi.
Yang dimaksud disini yang dikasihi disini ialah Tuhan (Allah).
            Menurut al-Sarraj mahabbah mempunyai tiga tingkat :
1.      Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan Zikir, suka menyebut nama-nama Allah dan senatiasa memuji Tuhan.
2.      Cinta orang yang siddik , yaitu orang yang kenal dengan tuhan, pada kebesaraNya, pada kekuasaaNya, pada ilmuNya dan lain-lain. Cinta yang dapat menghilangkan tabir yang memisahkan diri seorang dari Tuhan dan dengan demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada tuhan. Cirri tingkat kedua ini membuat orangnya sanggup menghilankan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dangan perasaan cinta pada Tuhan dan selalu rindu padaNya.
3.      Cinta orang yang ‘arif, yaitu orang yang tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi lebih dari yang dicintai. Akhirnya sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang menyintai.
Faham mahabbah mempunyai dasar didalam Al-Qur’an antaralain:


 QS. Al-Maidah ayat 54
$pkšr¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä `tB £s?ötƒ öNä3YÏB `tã ¾ÏmÏÏŠ t$öq|¡sù ÎAùtƒ ª!$# 5Qöqs)Î/ öNåk:Ïtä ÿ¼çmtRq6ÏtäurA©!ÏŒr& n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# >o¨Ïãr& n?tã tûï͍Ïÿ»s3ø9$# šcrßÎpgä Îû È@‹Î6y «!$# Ÿwur tbqèù$sƒs sptBöqs9 5OͬIw4 y7ÏsŒ ã@ôÒsù «!$# ÏÏ?÷sム`tB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur íÎ=tæ ÇÎÍÈ
Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

QS. Ali Imran ayat 31                                                                                             
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçR茠3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒO‹Ïm§ÇÌÊÈ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

            Hadist yang membawa paham demikian diantaranya:


ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ اْلإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَاوَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَفِي النَّارِ
Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: pertama Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; kedua: tidak mencintai seseorang kecuali hanya karena Allah; ketiga benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka.
            Dan hadist lain yang artinya:
“hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta kepadany. Orang yang Kucintai menjadi telinga, mata dan tanganKu.
            Sufi yang termashur dalam mahabbah ialah Rabi’ah al-Adawiah (713-801 H). di Basrah di Irak. Menurut riwayatnya ia adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan. Dalam hidup selanjutnya ia banyak beribadat, bertaubat dan menjauhi hidup diniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan materi yang diberikan orang kepadanya. Bahkan dalam berdoanya ia tidak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhan. Ia betul-betul dalam keadaan Zuhud dan hanya ingin berada dekat dangan Tuhan.
            Pada akhirnya Tuhan baginya merupakan Zat yang dicintai dan meluaplah dari hatinya rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan. Diantaranya ucapan-ucapanya sebagai berikut:
            “Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka…. Bukan pula karena ingin masuk surga…. Tetapi aku mengabdi karena aku cintaku kepadanya”
            “Tuhanku, jika kupuja engkau karena takut kepada neraka, bakarlah aku didalamnya, dan jika kupuja engkau karena mengharapkan surga, jauhkanlah aku daripadanya, tetapi engkau kupuja semata-mata karena engkau, maka janganlah sembunyikan kecantikanMu yang kekal dariku..”
            Sewaktu fajar menyingsing ia berkata:
Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera menampakan diri, aku gelisah, apakah amalanku engkau terima hingga aku merasa bahagia , ataukah engkau tolak hingga aku merasa sedih. Demi kemahakuasaanMu, inilah yang akan aku lakukan selama aku engkau beri hayat . sekiranya engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tidak akan pergi karena cinta pdaMu telah memenuhi hatiku”
            Inilah beberapa ucapan rasa cinta yang diunkapkan oleh Rabi’ah al- Adawiah. Cinta kepada tuhan begitu memenuhi seluruh jiwanya sehingga ia menolak seluruh tawaran kawin, dengan alasan bahwa dirinya milik tuhan yang dicintainya, dan siapa yang ingin kawin dengan dia harus meminta izin dari tuhan.
            Seseorang pernah bertanya kepadanya : Apakah engkau benci pada setan?  Ia menjawab “ tidak , cintaku kepada tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk rasa benci kepada setan”
\           Karena begitu cinta kepada tuhan, ia pernah di Tanya tentang cintanya kepada nabi Muhammad jawabanya : “saya cinta kepada nabi, tetapi cintaku kepada pencipta memalingkan diriku dari cinta kepada mahluk.”
            Demikianlah gambaran tentang mahabah yang dilahirkan oleh seorang sufi dan rasa cinta terhadap Tuhan.
            Mengingat bentuk cinta mengandung berbagai macam tingkatan maka, bentuk cinta yang paling tercela adalah mahabbah ma’allah, yaitu seorang menyamakan antara kecintaan kepada Allah terhadap kecintaan terhadap tandingan selain Allah.
            Bentuk cinta yang paling agung dan terpuji adalah mencintai Allah semata, sekaligus mencintai  segala sesuatu yang Allah cintai. Kecintaan ini merupakan azas dan pangkal kebahagiaan , yang tidak seorangpun selamat dari adzab melainkan dengannya. Sebaliknya, kecintaan yang syirik dan tercela merupakan asas dan pangkal kesengsaraan, yang pelakunya akan mendapat adzab.   


KESIMPULAN
            Bahwa mahabbah (cinta) merupakan keinginan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi kepada yang lain atau ada perhatian khusus, sehingga menimbulkan usaha untuk memiliki dan bersatu dengannya, sekalipun dengan pengorbanan.
Mahabah  adalah cinta dan yang di maksud ialah cinta kepada tuhan (Allah). Jadi mahabah ialah cinta kepada Allah, tidak ada yang dicintai melainkan Allah semata. Segala sesuatu yang dicintai selain Allah hanyalah mengikuti kepada Allah, seperti kecintaan terhadap Nabi-nabi, Rasul, dan Wali-wali Allah. Sebab mencintai Allah mewajibkan mencintai juga apa yang di cintaiNya.  Sebaliknya, kecintaan yang syirik dan tercela merupakan asas dan pangkal kesengsaraan, yang pelakunya akan mendapat adzab yang pedih.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar